A.
KONSEP MEDIS
1. PENGERTIAN
Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang
memanjang dari leher sampai ke selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33
tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5
buah tulang sacral. Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua
korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment)
tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam susunan tulang
tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di
tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif,
et al. 2000).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas
tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang. Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai
cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian,
kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).
2. ETIOLOGI
a. Fraktur patologis fraktur
yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan
oleh suatu proses., yaitu : Osteoporosis Imperfekta, Osteoporosis dan Penyakit
metabolik
b. Trauma
Dibagi
menjadi dua, yaitu :
· Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita
terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur
dengan benda keras (jalanan).
· Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan
fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
3. PATOFISIOLOGI
Akibat suatu trauma mengenai tulang
belakang Jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga.
Mengakibatkan patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif Dan dislokasi,
sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, Kontusio, kerusakan
melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan Peredaran darah.
Blok syaraf pernapasan respon
nyeri hebat dan akut anestesi Iskemia dan hipoksemia syok spinal
gangguan fungsi rektum,kandung kemih, gangguan rasa nyaman nyeri dan
potensial komplikasi Hipotensi, bradikardia gangguan eliminasi.
4. MANIFESTASI
KLINIS
Disfungsi neurologis akibat DAO
bisa dibagi kedalam lesi yang mengenai batang otak, saraf kranial, kord spinal
atas, dan akar saraf spinal. Banyak pasien yang disertai cedera kepala hingga
memperrumit gambaran neurologis.
Cedera batang otak walau sering pada DAO, tidak
selalu tampil lengkap. Postur deserebrasi atau adanya kehilangan fungsi batang
otak lengkap mungkin tampak, walau sulit untuk memastikan apakah seluruhnya
akibat DAO pada pasien yang disertai cedera kepala. Kerusakan piramidal
diskreta mungkin mengakibatkan paraparesis. Ketidakstabilan kardiopulmoner
berakibat bradikardia, respirasi yang irreguler, atau bahkan apnea dapat
terjadi setelah kerusakan batang otak. Kerusakan batang otak berat paling
mungkin sebagai penyebab kematian yang tinggi. Dislokasi kranioservikal mungkin
berakibat avulsi atau peregangan saraf kranial bawah. Saraf kranial keenam,
sembilan hingga duabelas, adalah yang terutama berrisiko.
Etiologi sebenarnya disfungsi saraf keenam sulit
dipastikan pada pasien yang disertai cedera kepala. Hipertensi berat mungkin
timbul bila kedua sinus karotid mengalami denervasi setelah cedera saraf
kesembilan. Gangguan fungsi kord spinal atas berakibat kuadri- plegia, walaupun
hemiparesis lebih sering terjadi pada pasien dengan DAO (setiap disfungsi
motori mungkin juga menunjukkan cedera batang otak).
DAO traumatika mungkin juga disertai cedera akar
servikal. Cedera unilateral multipel pada akar servikal bisa menyerupai lesi
pleksus brakhial. Sebagai tambahan atas kerusakan neural langsung, cedera
arteria vertebral mungkin menyebabkan iskemia atau disfungsi neural. DAO
berhubungan dengan kompresi, robekan intimal, spasme, dan trombosis pembuluh
ini. Beberapa pasien dengan DAO bisa dengan defisit yang timbul tidak sejak
awal. Ini mungkin karena trauma tambahan terhadap sistema saraf (sekunder
terhadap pergerakan pada tulang belakang yang tak stabil) atau terhadap masalah
lain seperti iskemia akibat emboli atau trombosis pembuluh yang rusak. Pasien
DAO sering dengan cedera berganda dan karenanya harus dinilai secara lengkap
atas cedera lainnya.
5.
KOMPLIKASI
a. Syok hipovolemik akibat perdarahan
dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga terjadi
kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
b. Mal union, gerakan ujung patahan akibat
imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-sebab lainnya adalah
infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya
ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit
gerakan (non union).
c. Non union adalah jika tulang tidak menyambung
dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
d. Delayed union adalah
penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari proses
penyembuhan fraktur.
e. Tromboemboli, infeksi,
kaogulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi terjadi karena adanya
kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin
pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
f.
Emboli lemak.
g. Saat fraktur, globula lemak
masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan
kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli
yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru,
ginjal, dan organ lain.
h.
Sindrom Kompartemen Masalah
yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak
ditangani segera.
6.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar
x spinal : menentukan
lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)
CT
scan : untuk
menentukan tempat luka/jejas
MRI
: untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf
spinal
Foto
rongent thorak : mengetahui keadaan paru
AGD
: menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan
upaya ventilasi.
7.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Perawatan:
a.
Faktur stabil (tanpa kelainan
neorologis) maka dengan istirahat saja penderita akan sembuh.
b.
Fraktur dengan kelainan
neorologis, Fase Akut (0-6 minggu)
1)
Live saving dan kontrol vital
sign
2)
Perawatan trauma penyerta
·
Fraktur tulang panjang dan
fiksasi interna.
·
Perawatan trauma lainnya.
c.
Fraktur/Lesi pada vertebra
1)
Konservatif (postural
reduction) (reposisi sendiri)
Tidur
telentang alas yang keras, posisi diubah tiap 2 jam mencegah dekubitus,
terutama simple kompressi.
2)
Operatif
Pada
fraktur tak stabil terdapat kontroversi antara konservatif dan operatif. Jika
dilakukan operasi harus dalam waktu 6-12 jam pertama dengan cara:
·
Laminektomi
mengangkat
lamina untuk memanjakan elemen neural pada kanalis spinalis, menghilangkan
kompresi medulla dan radiks.
·
fiksasi interna dengan kawat
atau plate
·
anterior fusion atau post
spinal fusion
3)
Perawatan status urologi
Pada
status urologis dinilai tipe kerusakan sarafnya apakah supra nuldear (reflek
bladder) dan infra nuklear (paralitik bladder) atau campuran. Pada fase akut
dipasang keteter dan kemudian secepatnya dilakukan bladder training dengan cara
penderita disuruh minum segelas air tiap jam sehingga buli-buli berisi tetapi
masih kurang 400 cc. Diharapkan dengan cara ini tidak terjadi pengkerutan
buli-buli dan reflek detrusor dapat kembali.
8.
WOC/PATHWAY
B.
KONSEP KEPERAWATAN
1.
Pengkajin
Pengkajian
pada klien dengan trauma tulang belakang meliputi:
a.
Aktifitas dan istirahat :
kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal
b.
Sirkulasi : berdebar-debar,
pusing saat melakukan perubahan posisi, Hipotensi, bradikardi, ekstremitas
dingin atau pucat
c.
Eliminasi : inkontenensia
defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik hilang
d.
Integritas ego : menyangkal,
tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri
e.
Pola makan : mengalami distensi
perut, peristaltik usus hilang
f.
Pola kebersihan diri : sangat
ketergantungan dalam melakukan ADL
g.
Neurosensori : kesemutan, rasa
terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, Hilangnya sensasi dan
hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosi
h.
Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan
otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan
Mengalami deformitas pada daerah trauma
Mengalami deformitas pada daerah trauma
i.
Pernapasan : napas pendek, ada
ronkhi, pucat, sianosis
j.
Keamanan : suhu yang naik turun
(Carpenito
(2000), Doenges at al (2000))
2.
Diagnosa
Adapun diagnosa yang yang mungkin kita angkat dan
menjadi perhatian pada fraktur servikal, diantaranya :
a. Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
b. Mobilitas
fisik berhubungan dng kelumpuhan gangguan rasa nyaman nyeri
c. Berhubungan
dengan adanya cedera gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan
d. Dengan
gangguan persarafan pada usus dan rektum.
e. Perubahan
pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.
3. Intervensi
a. Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragmakerusakan
Tujuan perawatan : pola
nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil :
ventilasi adekuat
Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
a
|
1) Pertahankan
jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak
|
1) pasien
dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/
mempertahankan jalan nafas.
|
2) Lakukan
penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.
|
2) jika
batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan
mengurangi resiko infeksi pernapasan.
|
|
3) Kaji
fungsi pernapasan
|
3) trauma
pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot
pernapasan mengalami kelumpuhan.
|
|
4) Auskultasi
suara napas
|
4) hipoventilasi
biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.
|
|
5) Observasi
warna kulit.
|
5) menggambarkan
adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera
|
|
6) Kaji
distensi perut dan spasme otot.
|
6) kelainan
penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma
|
|
7) Anjurkan
pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.
|
7) membantu
mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
|
|
8) Lakukan
pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan
|
8) menentukan
fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya
kegagalan pernapasan.
|
|
9) Pantau
analisa gas darah.
|
9) untuk
mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh :
hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
|
|
10) Berikan
oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan
isufisiensi pernapasan.
|
10) Membentu
pasien dalam bernafas
|
|
11) Lakukan
fisioterapi nafas.
|
11) mencegah
sekret tertahan
|
b.
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dng kelumpuhan
Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi
bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot
meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.
Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
b
|
1)
Kaji secara teratur fungsi
motorik.
|
1)
mengevaluasi keadaan secara
umum
|
2)
Lakukan log rolling
|
2)
membantu ROM secara pasif
|
|
3)
Pertahankan sendi 90 derajad
terhadap papan kaki.
|
3)
mencegah footdrop
|
|
4)
Ukur tekanan darah sebelum
dan sesudah log rolling.
|
4)
mengetahui adanya hipotensi
ortostatik
|
|
5)
Inspeksi kulit setiap hari.
|
5)
gangguan sirkulasi dan
hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
|
|
6)
Berikan relaksan otot sesuai
pesanan seperti diazepam.
|
6)
berguna untuk membatasi dan
mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.
|
c.
Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan adanya cedera
Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan
perawatan dan pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang
Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
c
|
1)
Kaji terhadap nyeri dengan
skala 0-5. Rasional
|
1)
pasien melaporkan nyeri
biasanya diatas tingkat cedera.
|
2)
Bantu pasien dalam
identifikasi faktor pencetus.
|
2)
nyeri dipengaruhi oleh;
kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
|
|
3)
Berikan tindakan kenyamanan.
|
3)
memberikan rasa nayaman
dengan cara membantu mengontrol nyeri.
|
|
4)
Dorong pasien menggunakan
tehnik relaksasi.
|
4)
memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
|
|
5)
Berikan obat antinyeri sesuai
pesanan.
|
5)
untuk menghilangkan nyeri
otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.
|
d.
Gangguan eliminasi alvi
/konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rectum
Tujuan perawatan : pasien tidak
menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi
Kriteria hasil
: pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali
Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
d
|
1)
Auskultasi bising usus, catat
lokasi dan karakteristiknya.
|
1)
bising usus mungkin tidak ada
selama syok spinal.
|
2)
Catat adanya keluhan mual dan
ingin muntah, pasang NGT.
|
2)
pendarahan gantrointentinal
dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
|
|
3)
Berikan diet seimbang TKTP
cair
|
3)
meningkatkan konsistensi
feces
|
|
4)
Berikan obat pencahar sesuai
pesanan.
|
4)
merangsang kerja usus
|
e.
Perubahan pola eliminasi urine
berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.
Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine
tidak ada
Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
e
|
1)
Kaji pola berkemih, dan catat
produksi urine tiap jam.
|
1)
mengetahui fungsi ginjal
|
2)
Palpasi kemungkinan adanya
distensi kandung kemih.
|
2)
|
|
3)
Anjurkan pasien untuk minum
2000 cc/hari.
|
3)
membantu mempertahankan
fungsi ginjal.
|
|
4)
Pasang dower kateter.
|
4)
membantu proses pengeluaran
urine
|
4.
Implementasi
Sesuai dengan Intervensi.
5.
Evaluasi
sangat bermanfaat artikelnya
BalasHapusWalatra Jelly Gamat Original
Walatra Berry Jus Alinya Kanker Tumor
Obat Kanker Serviks
Obat Kanker Paru Paru
Obat Lemah Jantung Terampuh
Obat Asma Qnc Jelly Gamat
Obat Darah Tinggi Terampuh
Obat TBC Paling Ampuh
Obat Stroke Paling Ampuh
Obat Maag Kronis Paling Ampuh