BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Osteoporosis
Adalah penyakit sistemik dengan karakteristik :
·
Penurunan pembentukan
osteoblastik
·
Peningkatan resorpsi
tulang
Yang dapat menyebabkan penurunan jumlah
total densitas yang dapat menyebababkan peningkatan fraktur patologis ( slide
dr. Audy H.,2011)
Osteoporosis adalah
kondisi dimana terjadi peningkatan porositas dari tulang. Atau dengan kata lain
adalah sugresif dari masa tulang, sehingga memudahkan terjadinya patah tulang
(Albright JA, 1979).
Bagian tulang yang
umumnya diserang adalah (Djoko Roeshadi, 2001):
1.Pada tulang radius distal
2.Pada tulang vertebrae
3.Pada tulang kollum femur / pelvis
Estrogen
memperlambat atau bahkan menghambat hilangnya massa tulang dengan meningkatkan
penyerapan kalsium dari saluran cerna. Dengan demikian, kadar kalsium darah
yang normal dapat dipertahankan. Semakin tinggi kadar kalsium di dalam darah,
semakin kecil kemungkinan hilangnya kalsium dari tulang (untuk menggantikan
kalsium darah).
Penurunan
kadar estrogen yang terjadi pada masa pascamenopause membawa dampak pada
percepatan hilangnya jaringan tulang. Resiko osteoporosis lebih meningkat lagi
pada mereka yang mengalami menopause dini (pada usia kurang dari 45 tahun).
Pada
pria, hormon testosteron melakukan fungsi yang serupa dalam hal membantu
penyerapan kalsium. Bedanya, pria tidak pernah mencapai usia tertentu dimana
testis berhenti memproduksi testosteron.. Dengan demikian, pria tidak begitu
mudah mengalami osteoporosis.dibanding wanita.
Selain
estrogen, berbagai faktor yang lain juga dapat mempengaruhi derajat kecepatan
hilangnya massa tulang. Salah satu hal yang utama adalah kandungan kalsium di
dalam makanan kita. Masalahnya, semakin usia kita bertambah, kemampuan tubuh
untuk menyerap kalsium dari makanan juga berkurang.
Berdasarkan
densitas massa tulang (pemeriksaan massa tulang dengan menggunakan alat
densitometri), WHO membuat kriteria sebagai berikut :
Normal
|
:
|
Nilai T pada BMD > -1
|
Osteopenia
|
:
|
Nilai T pada BMD antara -1 dan -2,5
|
Osteoporosis
|
:
|
Nilai T pada BMD < -2,5
|
Osteoporosis Berat
|
:
|
Nilai T pada BMD , -2,5 dan ditemukan fraktur
|
B. Pembagian Osteoporosis
Chehab Rukmi Hylmi (1994) membagi osteoporosis sebagai berikut :
1.Osteoporosis Primer
2.Osteoporosis Sekunder
3.Osteoporosis Idiopatic
1.Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer
adalah suatu osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dengan jelas ini
merupakan kelompok terbesar.
Osteoporosis primer dibagi menjadi :
ü Type I
Osteoporosis
yang timbul pada wanita post menoupouse
ü Type II
Osteoporosis yang
terdapat pada kedua jenis kelamin
dengan usia yang semakin bertambah (senilis)
2.Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder
adalah suatu osteoporosis yang diketahui
penyebabnya jelas.
Biasanya disebabkan oleh :
1.
Endcrine disease
2.
Nutritional causes
3.
Drugs
3.Osteoporosis Idiopatic
Yang dimaksud dengan
osteoporosis jenis ini adalah terjadinya pengurangan masa tulang pada :
1.
Juvenile
2.
Adolesence
3.
Wanita pra menoupouse
4.
Laki-laki berusia muda
/pertengahan
5.
osteoporosis jenis ini lebih
jarang terjadi.
C. Etiologi
1.
Determinan Massa Tulang
a)
Faktor genetic
Perbedaan
genetic mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang
b)
Faktor mekanik
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban akan
menambah massa
tulang dan berkurangnya massa
tulang. Ada
hubungan langsung dan nyata antara massa
otot dan massa
tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja mekanik. Beban
mekanik yang berat akan mengakibatkan massa
otot besar dan juga massa
tulang yang besar
c)
Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetic yang bersangkutan
2.
Determinan pengurangan Massa
Tulang
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada
usia lanjut yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama
seperti pada factor-faktor yang mempengaruhi massa tulang.
§ Faktor genetic
Factor genetic berpengaruh terhadap resiko
terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah
mendapat resiko fraktur dari seseorang denfan tulang yang besar.
§
Factor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun
dengan bertambahnya usia dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanik, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
§
Faktor lain
-
Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang
rendah dan absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan kalsium yang
negatif begitu sebaliknya.
-
Protein
Parotein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan
keseimbangan kalsium yang negatif
-
Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium, karena menurunnya efisiensi absorbsi
kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium diginjal.
-
Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa
tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme
pengaruh rokok terhadap penurunan massa
tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja.
-
Alkohol
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium
yang rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang
pasti belum diketahui.
D. Patofisiologi Osteoporosis
Sel tulang terdiri
atas osteoblas, osteossit dan osteoclas
yang dalam aktifitasnya mengatur homeostasis kalsium yang tidak berdiri sendiri melainkan saling
berinteraksi. Homeostasis kalsium pada
tingkat seluler didahului penyerapan tulang oleh osteoclas yang memerlukan waktu 40 hari disusul fase
istirahat dan kemudian disusul fase pembentukan tulang kembali oleh osteoblas
yang memerlukan waktu 120 hari (Kamis,
1994).
Dalam penyerapannya
osteoclas melepas transforming Growth
Factor yang merangsang aktivitas awal osteoblas dalam keadaan normal kwantitas
dan kwalitas penyerapan tulang oleh osteoclas sama dengan kwantitas dan
kwalitas pembentukan tulang baru oleh osteoclas. Pada Osteoporasis penyerapan
tulang lebih banyak dari pada pembentukan baru (Djoko Roeshadi, 2001).
E. Tanda dan Gejala Osteoporosis
Pada awalnya penyakit
ini tidak menimbulkan gangguan apapun. Namun dalam kondisi yang sudah parah gambaran klinik
osteoporosis adalah sebagai berikut (Djoko R, 2001)
1.
Nyeri
2.
Tinggi badan berkurang
/memendek
Dalam mendiagnosis
osteoporosis tidak hanya berdasarkan pemeriksaan klinik serta radiologis saja.
Dengan pemeriksaan penunjang yaitu BMD (Bone Mineral Density) dan DEXA (Dual
Energy X-Ray Absorpsiometry) diagnosis osteoporosis menjadi lebih pasti.
F.
Faktor Resiko
Osteoporosis
Dikenal beberapa
faktor resiko untuk terjadinya osoteoporosis. Faktor resiko ini dibagi menjadi
dua (R. Prayitno Prabowo, 2001).
1.
Faktor resiko yang tidak bisa
dirubah
ü Usia
ü Jenis kelamin
ü Ras
ü Riwayat Keluarga /keturunan
ü Bentuk tubuh
2.
Faktor resiko yang dapat
dirubah
a)Merokok
b)
Alcohol
c)Defisiensi vitamin d
d)
Kafein
e)Gaya hidup
f)
Gangguan makan (anoreksia
vervusa)
g)
Defisiensi esterogen pada
menoupouse alami atau menoupouse karena operasi
h)
Penggunaan obat-obatan tertentu
seperti :
ü Diuretik
ü Glukoortikoid
ü Anti konvulsan
ü Hormon tiroid berlebihan
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka pembahasan mengenai faktor
resiko akan dibatasi pada merokok,
alcohol, menoupouse, kafein, latihan, umur, jenis kelamin, keturunan.
v Merokok
Gaya hidup modern, tang
telah melegalkan wanita merokok
di depan umum, semakin membuka banyaknya kasus osteoporosis Nikotin dalam rokok
menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke
tulang. Sehingga proses pembentukan
tulang oleh osteoblast menjadi melemah (Djoko R, 2001).
v Alkohol
Dampak dari konsumsi alcohol
pada osteoporosis berhubungan dengan jumlah alcohol yang dikonsumsi. Konsumsi
yang berlebihan akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium
dari darah ke tulang. (R. Prayitno, 2001).
v Menopouse
Di sini kadar esterogen menurun. Dengan
menurunnya kadar esterogen resorbsi tulang menjadi lebih cepat, sehingga akan
terjadi penurunan masa tulang yang
banyak. Bila tidak segera diintervensi akan cepat terjadi osteoporosis (RP
2001).
v Kafein
Mengkonsumsi atau minum kopi diatas 3 cangkir per hari, menyebabkan
tubuh selalu ingin kencing. Keadaan
tersebut menyebabkan kalsium banyak terbuang bersama air kencing (Djoko R, 2001).
v Latihan /aktivitas
Imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan merupakan stimulus penting bagi resorppsi tulang. Beban
fisik yang terintegrasi merupakan
penentu dari puncak masa tulang (Bayu Santoso, 2001).
v Umur- jenis kelamin – keturunan
Dari segi usia pada laki-laki
dan wanita usia diatas 40 tahun merupakan usia terkenaa osteoporosis. Sehingga
sebelum mencapai usia ini, kekuatan dan gizi tulang harus selalu diperhatikan,
agar penurunan kekuatan tulang tidak
begitu curam.
Dari perbedaan jenis kelamin
dapat diketahui bahwa kerapuhan tulang banyak diderita oleh wanita yang
menoupouse. Hal ini dikarenakan hormon esterogennya menurun drastis. Sejarah
keluarga juga mempengaruhi penyakit ini, pada keluarga yang mempunyai sejarah
osteoporosis, anak-anak yang dilahirkannya enderung akan mempunyai penyakit yang sama (Djoko R, 2001).
G.
Penatalaksanaan
a) Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup,
dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat
melindungi terhadap demineralisasi tulang
b) Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan
estrogen dan progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah
terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
c) Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani
osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
d) Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi
nyeri punggung
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Assesment
a)
Riwayat kesehatan. Anamnesis
memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis. Kadang keluhan utama
(missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Factor lain yang perlu
diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma
minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya
paparan sinar matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan vitamin D.
obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan merokok merupakan
factor risiko osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah
ppenyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas.
Riwayat haid , usia menarke dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta
riwayat keluarga yang menderita osteoporosis juga perlu dipertanyakan.
b)
Pengkajian psikososial. Perlu
mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada klien dengan
kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi social karena perubahan yang
tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi dan
lain-lain. Perubahan seksual dapat terjadi karena harga diri rendah atau tidak
nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang
sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada pasien.
c)
Pola aktivitas sehari-hari.
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian
waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa
perubahan yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian
adalah agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan dexterity (kemampuan
memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.
Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan
dari klien dengan osteoporosis adalah :
ü Data subyektif :
-
Klien mengeluh nyeri tulang
belakang
-
Klien mengeluh kemampuan gerak
cepat menurun
-
Klien mengatakan membatasi
pergaulannya karena perubahan yang tampak dan keterbatasan gerak
-
Klien mengatakan stamina
badannya terasa menurun\
-
Klien mengeluh bengkak pada
pergelangan tangannya setelah jatuh
-
Klien mengatakan kurang
mengerti tentang proses penyakitnya
-
Klien mengatakan buang air
besar susah dan keras
ü Data obyektif ;
-
tulang belakang bungkuk
-
terdapat penurunan tinggi badan
-
klien tampak menggunakan
penyangga tulang belakang (spinal brace)
-
terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular
-
klien tampak gelisah
-
klien tampak meringis
2.
Pemeriksaan fisik
a) Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat,
karena penekanan pada fungsional paru.
b) Sistem kardiovaskuler
c) Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan
spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau
lebih fraktur kompresi vertebral.
d) Sistem perkemihan
e) Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin
menyebabkan konstipasi, abdominal distance.
f) Sistem musklooskletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis,
penderita dengan osteoporosis seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s
hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Adanya perubahan gaya
berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis
3.
3.
Pemeriksaan diagnostic
-
Radiology
-
CT scan
-
Pemeriksaan laboratoriu
4.
Diagnosa
Yang Mungkin Muncul Pada Osteoporosis
1)
Nyeri sehubungan dengan dampak
sekunder dari fraktur vertebrae
2) Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder
terhadap perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
3) Risiko injury (cedera)
berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skletal dan
ketidakseimbangan tubuh
4) Kurang perawatan diri yang
berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh
nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan
badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5) Gangguan citra diri yang berhubungan
dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh
penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan
tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif
6) Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah
persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya,
klien tampak gelisah
7) Gangguan eleminasi alvi yang
berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan
klien mengatakan buang air besar susah dan keras
5.
Intervensi
1.
Nyeri sehubungan dengan dampak
sekunder dari fraktur vertebrae
Tujuan ; Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan nyeri berkurang
Kriteria :
-
Klien akan mengekspresikan
perasaan nyerinya
-
Klien dapat tenang dan
istirahat yang cukup
-
Klien dapat mandiri dalam
perawatan dan penanganannya secara sederhana
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
-
Pantau tingkat nyeri pada
punggung, terlokalisisr atau nyeri menyebar pada abdomen atau pinggang
-
Ajarkan pada klien tentang
alternatif lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
-
Kaji obat-obatan untuk
mengatasi nyeri
-
Rencanakan pada klien tentang
periode istirahat adequat dengan berbaring dengan posisi terlentang selam
kurang lebih 15 menit
|
-
Tulang dalam peningkatan
jumlah trabekuler, pembatasan gerak spinal.
-
Laternatif lain untuk
mengatasi nyeri pengaturan posisi, kompres hangat dan sebagainya.
-
Keyakinan klien tidak dapat
mentolelir akanb obat yang adequaty atau tidak adequat untuk mengatasi
nyerinya.
-
Kelelahan dan keletihan dapat
menurunkan minat untuk aktivitas sehari-hari.
|
2.
Perubahah mobilitas fisik
berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal (kiposis),
nyeri sekunder atau frkatur baru.
Tujuan : Setelah
diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria :
-Klien dapat
meningkatkan mobilitas fisik
-Klien mampu
melakukan ADL secara independent
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
-
Kaji tingkat kemampuan klien
yang masih ada
-
Rencanakan tentang pemberian
program latihan :
¤
bantu klien jika diperlukan
latihan
¤
ajarkan klien tentang ADL
yang bisa dikerjakan,
¤
ajarkan pentingnya latihan
-
Bantu kebutuhan untuk
beradaptasi dan melakukan ADL, rencana okupasi
-
Peningkatan latihan fisik
secara adequat :
¤
Dorong latihan dan hindari
tekanan pada tulang seperti berjalan
¤
Instruksikan klien latihan
selama kurang lebi 30 menit dan selingi dengan isitirahat dengan berbaring
selam 15 menit
¤
Hindari latihan fleksi,
membungkuk dengan tiba-tiba danmengangkat beban berat
|
-
Dasar untuk memberikan
alternatif dan latihan gerak yang sesuai dengan kemampuannya.
-
Latihan akan meningkatkan
pergrakan otot dan stimulasi sirkulasi darah.
-
ADL secara independent
-
Dengan latihan fisik :
¤
Massa otot lebih besar
sehingga memberikan perlindungan pada osteoporosis
¤
Program latihan merangsang
pembentukan tulang
¤
Gerakan menibulkan kompresi
vertikal dan risiko fraktur vertebrae
|
3.
Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan
skletal dan ketidakseimbangan tubuh
Tujuan : Injury (cedera) tidak terjadi
Kriteria :
-
Klien tidak jatuh dan fraktur
tidak terjadi
-
Klien dapat menghindari
aktivitas yang mengakibatkan fraktur
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
-
Ciptakan lingkungan yang
bebas dari bahaya :
¤
Tempatkan klien pada tetmpat
tidur rendah
¤
Amati lantai yang
membahayakan klien
¤
Berikanpenerangan yang cukup
¤
Tempatkan klien pada ruangan
yang tertutup dan mudah untuk diobservasi
¤
Ajarkan klien tentang
pentingnya menggunakan alat pengaman di ruangan
-
Berikan support ambulasi
sesuai dengan kebutuhan :
¤
Kaji kebutuhan untuk berjalan
¤
Konsultasi dengan ahli
terapis
¤
Ajarkan klien untuk meminta
bantuan bila diperlukan
¤
Ajarkan klien waktu berjalan
dan keluarg ruangan
-
Bantu klien untuk melakukan
ADL secara hati-hati
-
Ajarkan pad aklien untuk
berhenti secara pelan-pelan, tidak naik tangga dan mengangkat beban berat
-
Ajarkan pentingnya diit untuk
mencegah osteoporosis :
¤
Rujuk klien pada ahli gizi
¤
Ajarkan diit yang mengandung
banyak kalsium
¤
Ajarkan klien untuk
mengurangi atau berhenti menggunakan rokok atau kopi
-
Ajarkan efek dari rokok
terhadap pemulihan tulang
-
Observasi efek samping dari
obat-obtan yang digunakan
|
-
Menciptkan lingkungan yang
aman danmengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
-
Ambulasi yang dilakukan
tergesa-gesa dapat menyebabkan mudah jatuh.
-
Penarikan yang terlaluk keras
akanmenyebakan terjadinya fraktur.
-
Pergerakan yang cepat akan
lebih mudah terjadinya fraktur kompresi vertebrae pada klien dengan
osteoporosis.
-
Diit calsium dibutuhkan untuk
mempertahnkan kalsium dalm serum, mencegah bertambahnya akehilangan tulang.
Kelebihan kafein akan meningkatkan kehilangan kalsium dalam urine. Alkohorl
akan meningkatkan asioddosis yang meningkatkan resorpsi tulang.
-
Rokok dapat meningkatkan
terjadinya asidosis
-
Obat-obatan seperti deuritik,
phenotiazin dapat menyebabkan dizzines, drowsiness dan weaknes yang merupakan
predisposisi klien untuk jatuh.
|
4. Kurang perawatan diri yang
berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai dengan klien mengeluh
nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan
badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular
Tujuan : setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien terpenuhi dengan
criteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang
kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan
yang diberikan
Intrvensi
|
Rasional
|
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi dalam
setiap aktifitas perawatan
|
untuk mengetahui sampai sejauh mana klien
mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
|
Beri perlengkapan adaptif jika dibutuhkan
misalnya kursi dibawah pancuran, tempat pegangan pada dinding kamar mandi,
alas kaki atau keset yang tidak licin, alat pencukur, semprotan pancuran
dengan tangkai pemegang
|
peralatan adaptif ini berfungsi untuk
membantu klien sehingga dapat melakukan perawatan diri secara mandiri dan
optimal sesuai kemampuannya
|
Rencanakan individu untuk belajar dan
mendemonstrasikan satu bagian aktivitas sebelum beralih ke tingkatan lebih
lanjut
|
bagi klien lansia, satu bagian aktivitas bisa
sangat melelahkan sehingga perlu waktu yang cukup untuk mendemonstrasikan
satu bagian dari perawatan diri
|
5. Gangguan citra diri yang berhubungan
dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh
penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan
tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
Tujuan : setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan
menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil klien mengenali
dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri
negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif
Intervenai
|
Rasional
|
Dorong klien mengekspresikan
perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien merasakan, memikirkan dan
memandang dirinya
|
ekspresi emosi membantu klien
mulai meneerima kenyataan
|
Hindari kritik negative
|
kritik negative akan membuat klien
merasa semakin rendah diri
|
Kaji derajat dukungan yang ada
untuk klien
|
dukungan yang cukup dari orang
terdekat dan teman dapat membantu proses adaptasi
|
6. Gangguan eleminasi alvi yang
berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan
klien mengatakan buang air besar susah dan keras
Tujuan : setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu
dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien
dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari
Intervensi
|
Rasional
|
Auskultasi bising usus
|
hilangnya bising usus menandakan
adanya paralitik ileus
|
Observasi adanya distensi abdomen
jika bising usus tidak ada atau berkurang
|
Hilangnya peristaltic(karena
gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus
|
Catat frekuensi, karakteristik dan
jumlah feses
|
mengidentifikasi derajat
gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang diperlukan
|
Lakukan latihan defekasi secara
teratur
|
program ini diperlukan untuk
mengeluarkan feses secara rutin
|
Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi
makanan berserat dan pemasukan cairan yang lebih banyak termasuk jus/sari
buah
|
meningkatkan konsistensi feses
untuk dapat melewati usus dengan mudah
|
7. Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi yang berhubungan dengan kurang informasi, salah
persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya,
klien tampak gelisah
Tujuan : setelsh
diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit
osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan
tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien
tampak tenang
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji ulang proses penyakit dan
harapan yang akan datang
|
memberikan dasar pengetahuan
dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
|
Ajarkan pada klien tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis
|
Informasi yang diberikan akan
membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
|
Berikan pendidikan kepada klien
mengenai efek samping penggunaan obat
|
suplemen kalsium ssering
mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka klien sebaiknya
mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping
tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal.
|
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E, Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
pasien, Jakarta ,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000
Brunner & Suddarth. Buku Ajar
: Keperawatan Medikal Bedah Vol 3, Jakarta ,
EGC, 2002
R. Boedhi Darmojo, Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut), Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
1999
sangat bermanfaat artikelnya
BalasHapusWalatra Jelly Gamat Original
Walatra Berry Jus Alinya Kanker Tumor
Obat Kanker Serviks
Obat Kanker Paru Paru
Obat Lemah Jantung Terampuh
Obat Asma Qnc Jelly Gamat
Obat Darah Tinggi Terampuh
Obat TBC Paling Ampuh
Obat Stroke Paling Ampuh
Obat Maag Kronis Paling Ampuh