Fraktur Humerus
A.
KONSEP DASAR
1.
Pengertian
FrakturAdalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al,
2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and
Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and
Sorensen’s Medical Surgical Nursing
2.
Patah Tulang Humerus
Adalah
diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas :
1) Fraktur Suprakondilar
Humerus
2) Fraktur Interkondiler
Humerus
3) Fraktur Batang Humerus
4) Fraktur Kolum Humerus
Berdasarkan mekanisme
terjadinya fraktur :
1)
Tipe Ekstensi
Trauma
terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi.
2)
Tipe Fleksi
Trauma
terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi
pronasi.(Mansjoer, Arif, et al, 2000)
Platting
adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang terletidak
sepanjang tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup.
Keuntungan :
1)
Tercapainya kestabilan dan perbaikan tulang seanatomis mungkin yang sangat
penting bila ada cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.
2)
Aliran darah ke tulang yang patah baik sehingga mempengaruhi proses penyembuhan
tulang.
3)
Klien tidak akan tirah baring lama.
4)
Kekakuan dan oedema dapa t dihilangkan karena bagian fraktur bisa segera
digerakkan.
Kerugian :
1) Fiksasi interna berarti
suatu anestesi, pembedahan, dan jaringan parut.
2) Kemungkinan untuk
infeksi jauh lebih besar.
3)
Osteoporosis bisa menyebabkan terjadinya fraktur sekunder atau berulang.
3. Etiologi
a.
Kekerasan langsung
Kekerasan
langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang
atau miring.
b.
Kekerasan tidak langsung
Kekerasan
tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
c.
Kekerasan akibat tarikan
otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi.
Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.(Oswari E, 1993)
2.
Patofisiologi
Tulang
bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito,
Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma
di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
a.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi fraktur
1.
Faktor Ekstrinsik
Adanya
tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2.
Faktor Intrinsik
Beberapa
sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
b. Biologi penyembuhan
tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti
jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang
yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang.
Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
- Stadium
Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh
darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah
membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan
berhenti sama sekali.
- Stadium
Dua-Proliferasi Seluler
Pada
stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami
trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan
yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan
kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
- Stadium
Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel
yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan
keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago.
Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan
endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang )
menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.
- Stadium
Empat-Konsolidasi
Bila
aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah
proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
- Stadium
Lima-Remodelling
Fraktur
telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki
dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip
dengan normalnya.(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)
c. Komplikasi fraktur
1. Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi
serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan
otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti
gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi
serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma
pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena
aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis
tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah
dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu
Lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur
berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang
ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993)
WOC
ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
Pengkajian
merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a.
Identitas Klien
Meliputi
nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b.
Keluhan Utama
Pada
umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1)
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
(2)
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3)
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4)
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5)
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.(Ignatavicius, Donna D, 1995)
c.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan
data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu
dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang
terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada
pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di
kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
e.
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit
keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f.
Riwayat Psikososial
Merupakan
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
g.
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1.
Pola Persepsi dan Tata
Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan
akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius,
Donna D,1995).
2.
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C
dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau
protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi
masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3.
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada
gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada
pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
4.
Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri,
keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Doengos. Marilynn E, 1999).
5.
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak,
maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
6.
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga
dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
7.
Pola Persepsi dan Konsep
Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu
timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
8.
Pola Sensori dan Kognitif
Pada
klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
9.
Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak
bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu
dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
10. Pola
Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang
keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
11. Pola
Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
- Pemeriksaan
Fisik
Dibagi
menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
- Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1.
Keadaan umum: baik atau
buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a.
Kesadaran penderita:
apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b.
Kesakitan, keadaan
penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya
akut.
c.
Tanda-tanda vital tidak
normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. 3) Pemeriksaan Diagnostik
2.
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai
penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang
yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari
bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang
dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
(1) Bayangan jaringan lunak.
(2)
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur
sendi.
Selain
foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1.
Tomografi: menggambarkan
tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana
tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2.
Myelografi: menggambarkan
cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.\
3.
Arthrografi: menggambarkan
jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4.
Computed
Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
1.
Kalsium Serum dan Fosfor
Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2.
Alkalin Fosfat meningkat
pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
3.
Enzim otot seperti
Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase
(AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1.
Pemeriksaan mikroorganisme
kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2.
Biopsi tulang dan otot:
pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
dindikasikan bila terjadi infeksi.
3.
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi
saraf yang diakibatkan fraktur.
4.
Arthroscopy: didapatkan
jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5.
Indium Imaging: pada
pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6.
MRI: menggambarkan semua
kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)\
1. Diagnosa
1.) Resiko tinggi
terhadap trauma tambahan berhubungan dengan fraktur (kehilangan integritas
tulang).
2.) Resiko tinggi
terhadap disfungsi perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah,
cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia.
3.) Resiko tinggi
terhadap gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran
darah/emboli lemak, perubahan membran alveolar/kapiler.
4.) Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan.
2.
Intervensi
Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi. Berikan sokongan
sendi di atas dan di bawah fraktur.
|
Meningkatkan stabilitas,
menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan.
|
Letakkan papan di bawah
tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik
|
Tempat tidur empuk atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih
basah, mematahkan gips yang sudah kering atau mempengaruhi dengan penarikan
traksi.
|
|
Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan posisi netral
pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan tronkanter,
papan kaki.
|
Mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi-posisi yang tepat
dari bantal dan juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering
|
|
Pertahankan posisi/integritas traksi.
|
Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan
mengatasi tegangan otot/ pemendekan untuk memudahkan posisi/penyatuan.
|
|
Pertahankan katrol tidak terhambat dengan beban bebas menggantung ;
hindari mengangkat/menghilangkan berat.
|
Jumlah beban traksi optimal dipertahankan, catatan memasukkan gerakan
bebas beban selama mengganti posisi pasien menghindari penarikan berlebihan
tiba-tiba pada fraktur yang menimbulkan nyeri dan spasme otot.
|
|
Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul karena terapi.
Contoh pergelangan tidak menekuk/duduk dengan traksi buck atau tidak
memutar di bawah pergelangan dengan traksi Russel.
|
Mempertahankan integritas
tarikan traksi sehingga traksi berfungsi tepat untuk menghindari interupsi
penyambungan fraktur.
|
|
Kaji ulang foto/evaluasi.
|
Memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan
untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan perubahan/tambahan terapi.
|
|
2
|
Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.
|
Kembalinya warna cepat (3 – 5 detik), warna kulit putih menunjukkan
gangguan arterial, sianosis diduga ada gangguan vena.
|
Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips,
pembebat, traksi.
|
Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan
jaringan yang cedera.
|
|
Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
|
Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri
|
|
Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan fungsi motorik/sensori.
|
Mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan yang cedera.
|
|
Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan posisi.
|
Meningkatkan sirkulasi umum ; menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan
otot.
|
|
Berikan obat sesuai indikasi narkotik dan analgetik non narkotik.
|
Gangguan perasaan bebas, kesemutan, peningkatan/ penyebaran nyeri terjadi
bila sirkulasi syaraf tidak adekuat atau syaraf rusak.
|
|
3
|
Awasi frekuensi pernafasan.
|
Takipnea, dispnea dan insufisiensi pernafasan
|
Auskultasi bunyi
nafas perhatikan terjadinya ketidaksamaan bunyi hiperesonan, juga adanya
gemericik, ronchi, mengi, dan inspeksi mengorok/sesak nafas
|
Perubahan dalam/adanya bunyi adventisius menunjukkan terjadinya
komplikasi pernafasan
|
|
Observasi sputum untuk tanda adanya darah.
|
Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru.
|
|
Inspeksi kulit untuk petekie di atas garis puting pada aksilla meluas ke
abdomen/tubuh, mukosa mulut kantong konjungtiva dan retina.
|
Ini adalah karakteristik yang paling nyata dari tanda emboli lemak,. Yang
tampak dalam 2 – 3 hari setelah cedera.
|
|
Berikan tambahan oksigen bila diindikasikan.
|
Meningkatkan sediaan O2 untuk oksigenasi optimal jaringan.
|
|
Berikan obat sesuai indikasi, heparin dosis rendah.
|
Blok siklus pembekuan dan mencegah bertambahnya pembekuan pada adanya
tromboplebitis.
|
|
4
|
Kaji derajat imobilitas fisik yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien terhadap mobilitas.
|
Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan/persepsi diri tentang keterbatasan
fisik aktual memerlukan intervensi/informasi untuk meningkatkan kemajuan
kesehatan.
|
Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tidak sakit
|
kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai
dan membantu mempertahankan kekuatan massa otot.
|
|
Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk tongkat, sesegera
mungkin, instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
|
Mobilisasi dini merupakan komplikasi tirah baring/contoh decubitus.
|
|
Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral,
pertahankan penurunan kandungan protein sampai setelah defekasi pertama.
|
pada cedera muskuloskeletal, nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan
berkurang dengan cepat. Sering mengakibatkan penurunan berat badan, selama
traksi tulang ini dapat mempengaruhi massa otot, tonus dan kekuatan.
|
|
Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabiltasi spesialis.
|
Untuk membuat aktivitas individual/program latihan pasien dapat
memerlukan bantuan jangka panjang dengan gerakan, kekuatan dan aktivitas yang
mengandalkan berat badan.
|
Implementasi :
Sesuai rencana
Evaluasi :
Sesuai rencana
sangat bermanfaat artikelnya
BalasHapusWalatra Jelly Gamat Original
Walatra Berry Jus Alinya Kanker Tumor
Obat Kanker Serviks
Obat Kanker Paru Paru
Obat Lemah Jantung Terampuh
Obat Asma Qnc Jelly Gamat
Obat Darah Tinggi Terampuh
Obat TBC Paling Ampuh
Obat Stroke Paling Ampuh
Obat Maag Kronis Paling Ampuh