ubah bahasa sesuai keinginan anda

Kamis, 22 Maret 2012

Askep Gangguan Muskulusukletal Pada Pasien Fraktur Ekstrimitas Bawah (Tibia Fibula)



TIBIA FIBULA

A.    KONSEP MEDIS
1.      Pengertian
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah, (Sjamsuhidayat & Wim De Jong, l 998)
Fraktur tibia(Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh, (Oswari, 1995)



2.      Etiologi
a.       Fraktur patologis
 fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu : Osteoporosis Imperfekta, Osteoporosis dan Penyakit metabolik
b.      Trauma
Dibagi menjadi dua, yaitu :
·         Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
·         Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

3.      Patofisiologi
Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ- organ penting lainnya, pada saat kejadian kerusakan terjadilah respon peradangan dengan pembentukan gumpulan atau bekuan fibrin , osteoblas mulai muncul dengan jumlah yang besar untuk membentuk suatu metrix baru antara Fragmen- fragmen tulang. Klasifikasi terjadinya fraktur dapat dibedakan yang terdiri dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka, fraktur tertutup yaitu tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, fraktur terbuka yaitu terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit,(Suriadi & Rita yuliani, 1995).
Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang terkelupas dari tulang dan terobek terus kesisi berlawanan dari sisi yang mendapat truma, akibatnya darah keluar melalui celah- celah periosteum dan ke otot disekitarnya dan disertai dengan oedema, selain keluar melalui celah periosteum yang rusak, darah juga keluar akibat terputusnya pembuluh darah didaerah terjadinya fraktur.
Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertambah selam 24 jam pertama, menjelang akhir periode ini otot menjadi hilang elastisitasya, oleh karena itu reposisi lebih mudah dilakukan selama beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan reposisi atau immobilitas maka pertumbuhan atau penyatuan tulang dimulai dengan pembentukan kallus, (Sjamsuhidajat & wim de jong, 1998)

4.      Klasifikasi
a.       Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal.
b.      Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
c.       Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
d.      Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)
a)      Grade I : Luka bersih, panjang.
b)      Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
c)      Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat.


5.      Manifestasi Klinis
Menurut Oswari (1995), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai berikut:
a.       Bentuk anggota badan yang diduga patah tampak berubah
b.      Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek
c.       Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan
d.      Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang
e.       Daerah yang patah terasa sakit, bengkak dan berubah warna.
f.       Gejala yang pasti ialah bila dibuat foto rontgent.

6.      Pemeriksaan diagnostic
Dalam (Doenges, 2000 : 762) dijelaskan beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada fraktur tibia fibula :
a.       Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b.      Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.       Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d.      Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
e.       Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

7.      Penatalaksanaan
Menurut Brunner & suddarth (2002). Prinsip penanganan Fraktur meliputi:
a.       Reduksi fraktur Adalah Mengembalikan fregmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis
b.      Imobolisasi fraktur Adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna dan interna.
c.       Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan imobilisasi harus dipertahan kan sesuai dengan kebutuhan.

WOC










B.     KONSEP KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematika untuk mengumpulkan data atau informasi dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan pasien.
a.       Identitas Pasien
Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur (batas usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan pembedahan), pendidikan (pendidikan masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern), pekerjaan dan alamat.

b.      Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan dalam menegakkan diagnosis atau menentukan kebutuhan pasien.
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun,(Brunner & suddarth, 2002)

c.       Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)

d.      Riwayat Penyakit Keluarga
Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)

e.       Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.

a)      Inspeksi
Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, Laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.

b)       Palpasi
Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.

c)      Perkusi
Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.

d)     Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)

2.      Diagnosa
a.       Data Subjektif
·         Keluhan rasa nyeri yang hebat pada daerah Fraktur
·         Kebas/ kesemutan
·         Tangan sakit bila digerakkan
·         Takut cacat
·         Takut melakukan pergerakan
·         Cemas yang berlebihan
b.      Data Objektif
·         Keadaan umum lemah
·         Nyeri tekan pada daerah fraktur
·         Ekpresi wajah meringis
·         Menolak untuk melakukan pergerakan
·         Penurunan kekuatan otot
·         Pembengkakan jaringan pada sisi cedera
·         Perdarahan pada daerah fraktur
·         Adanya luka
·         Cemas/ gelisah

Menurut Doenges (2000). Dari data diatas dapat dirumuskan kemungkinan diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada pasien fraktur adalah:
a.       Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang ( fraktur)
b.      Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan cedera pada jaringan lunak
c.       Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler
d.      Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit/ jaringan berhubungan fraktur terbuka
e.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.
f.       Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat

3.      Intervensi
No
Dx
Intervensi
Rasional
1
A
1)      Pertahankan tirah baring/ ekstremitas sesuai dengan indikasi
2)      Sokong dengan bantal/ gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir

3)      Pertahankan posisi/ integritas traksi



4)      Bantu meletakkan beban dibawah roda tempat tidur bila diindikasikan.

1)      Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/ penyembuhan
2)      Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gip yang kering.
3)      Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot/ pemendekan untuk memudahkan posisi/ penyatuan
4)      Membentuk posisi pasien dan fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan timbal balik

2
B
1)      Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.

2)      Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena

3)      Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera

4)      Lakukan dan awasi latihan tentang gerak pasif/ aktif

5)      Indentifikasi aktifitas terapeutik yang tepat untuk usia pasien, kemampuan fisik dan penampilan pribadi

1)      Menghilangkan nyeri dan mencegah kasalahan posisi tulang/ tegangan jaringan yang cedera
2)      Meningkatkan aliran balik Vena, menurunkan oedema, dan menurunkan nyeri
3)      Membantu untuk menghilangkan ansietas, pasien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman cedera
4)      Mempetahankan kekuatan otot yang sakit dan memudahkan resolusi, imflamasi pada jaringan yang cedera
5)      Mencegah kebosanan, menurunkan tegangan, dan dapat meningkatkan harga diri, dan kemampuan Koping

3
C
1)      Kaji derajat Imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap immobilisasi

2)      Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/ rekreasi, pertahankan rangsangan. contoh radio, TV, koran, kujungan keluarga/ teman

3)      Intruksikan pasien untuk/ bantu dalam rentan gerak pasien pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit
4)      Berikan/ bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, tongkat, segera mungkin intruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas

1)      Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/ persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/ intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan
2)      Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri/ harga diri, dan membantu menurunkan isolasi sosial
3)      Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah gerak konfraktur
4)      Mobilitas diri menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ


4
D
1)  Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing , kemerahan, pendarahan, perubahan warna, kelabu, memutih
2)  Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
3) Ubah posisi dengan sesering mungkin,

1)   Memberiklan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh pemasangan gip
2)      Menurunkan tekanan Pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit

3)   Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan kulit.

5
E
1)      Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas
2)      Kaji sisi pen atau Kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri/ rasa terbakar atau adanya oedema, eritema, derainase/ bau tak enak
3)     Berikan perawatan pen atau kawat steril sesuai perotokol dan latihan cuci tangan
4)      Intruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi

1) Pen/ kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan/ abrasi (Dapat menimbulkan infeksi tulang)
2)      Dapat mengindientifikasikan timbulnya indikasi lokal atau nekrosis jaringan, yang dapat menimbulkan oesteomiditis.
3)  Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
4)Meminimalkan kesempatan untuk kombinasi

6
F
1)  Dorong pasien untuk menjalankan latihan aktif / pasif


2)  Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis




3)  Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat

4)    Kaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan datang

1)   Mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini
2) Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap dan kerja sama pasien dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang
3)      Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi oesteomielitis
4) Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi



4.      Implmentasi
5.      Evaluasi

1 komentar:

> window.setTimeout(function() { document.body.className = document.body.className.replace('loading', ''); }, 10);